Mari Perhatikan Peternak Rakyat Kita

Susu adalah bahan pangan sumber protein hewani yang sangat diperlukan untuk tubuh. Mulai dari balita hingga orangtua perlu mengonsumsi susu untuk pemenuhan gizi sehari-sehari. Salah satu jenis susu adalah susu segar. Susu segar menurut  (SNI, 1998) adalah susu murni yang tidak mendapatkan perlakuan apa pun kecuali proses pendinginan dan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Namun, susu termasuk ke dalam golongan perishable food product yang artinya bahan makanan yang mudah rusak sehingga perlu pengolahan lebih lanjut agar tahan lama maupun dapat digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan suatu produk. Nah sudah tau kan? Jadi susu yang kamu minum sehari-hari termasuk susu segar atau susu olahan? 😀

Namun jika kita lihat, bagimana produksi susu segar di Indonesia saat ini? Apakah dapat memenuhi kebutuhan? Menurut Bapak Idat Galih Permana, Dosen Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dalam sebuah seminar mengatakan bahwa produksi susu segar sapi di Indonesia rata-rata hanya 12-13 liter/ekor/hari. Berbeda dengan sapi di Australia (misalnya) produksinya susu segarnya sekitar 25/liter/hari/sapi. “Paling hanya 20% kebutuhan susu segar yang dipasok peternak sapi di Indonesia, selebihnya 80% merupakan susu impor. Hal ini dapat terjadi karena  sebagaian besar (90%) produsen Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) kita merupakan peternak rakyat yang memiliki skala kepemilikan sapinya hanya sedikit dan manajemen yang dilakukan pun masih sederhana. Hal ini sebenarnya dapat dijadikan peluang bagi peternak rakyat kita agar bisa meningkatkan produksi sapi perah yang dimilikinya tentunya dengan perhatian dari pemerintah.

Permasalahan yang dihadapi dalam usaha sapi perah terbagi dalam tiga sektor yaitu hulu, tengah dan hilir. Permasalahan di sektor hulu antara lain produktivitas masih rendah, kurangnya ketersediaan bibit sapi perah, biaya pakan tinggi, skala pemilikan kecil dan mutu sumberdaya manusia masih rendah. Permasalahan di sektor tengah meliputi teknis budidaya dan sistem recording rendah, ketersediaan lahan untuk produksi pakan menurun, konversi lahan pertanian ke non pertanian, modal usaha dari perbankan masih rendah serta kerjasama lintas sektoral belum terpadu. Permasalahan di sektor hilir antara lain harga susu segar dan konsumen masih rendah serta harga jual pedet/sapi perah tidak stabil (Mandaka dan Hutagaol, 2005).

Beberapa permasalahan tersebut dapat diatasi jika pemerintah dan peternak bisa bekerjasama untuk mengatasi permasalah tersebut, misalnya disetiap daerah atau kawasan peternakan sapi perah diberikan lahan untuk ditanami rumput lapang sehingga para peternak tidak harus mengeluarkan cost tambahanhanya untuk mendapatkan pakan. Subsidi konsentrat bagi peternak rakyat dari pemerintah sepertinya akan sangat mengurangi beban peternak rakyat dalam mengeluarkan biaya pakan yang bisa mencapai 70% dari total pengeluaran. Dinas peternakan sebaiknya mensosialisasikan good dairy farming practice ke peternak rakyat meskipun skala kecil namun hasil yang dicapai harus sesuai standar yang ada dan mengecek secara rutin apakah peternak melakukan pedoman tersebut atau tidak, bagi peternak yang melakukan gdfp tersebut dan dapat meningkatkan produksi dan produktivitasnya diberikan reward sehingga memacu peternak lain agar bisa ikut lebih baik, melakukan pengecekan kesehatan secara teratur sehingga dapat meminimalisir tingkat kematian maupun pencemaran penyakit serta membuat program minum susu segar setiap hari baik di sekolah, perkantoran maupun di dinas-dinas sehingga peternak-peternak rakyat pun bertambah semangat karena susu segar yang dihasilkanya sudah ada pasar yang pasti. Jika pemerintah tidak memberikan perhatian terhadap peternak rakyat, 10 tahun lagi bisa jadi peternak-peternak rakyat kita semakin berkurang dan lama-lama hanya tinggal kenangan.

Bogor, 12 November 2014

Andina Avika Hasdi (Andin)

Mahasiswa ITP Pascasarjana IPB 2013